At The Romantic Paris
Oleh Natania Prima Nastiti
Selalu
teringat dibenakku kejadian dua minggu yang lalu. Teringat akan senyuman tulus
gadis itu juga kedua mata indahnya yang kugambarkan mirip dengan bulan terang
di malam hari. Saat nyaris saja sebuah mobil menabrak gadis itu, dengan
sigapnya aku menolong gadis yang tidak kuketahui namanya itu bak seorang
pahlawan. Kejadian itu benar-benar membuatku gelisah sekarang. Ditambah
pancaran sinar dari wajah cantik gadis itu yang membuatku tambah tak karuan.
Bahkan hingga saat ini, aku masih saja terus gelisah memikirkan gadis cantik
itu. Hingga saat ini, saat sesuatu yang tidak terduga datang lagi kepadaku..
Kupotret
bangunan-bangunan di Kota Tua sore itu, semua orang yang lewat, para pedangang
yang menanti pembeli datang. Hingga sesuatu yang tidak terduga itu terjadi.
Diantara banyak orang-orang lewat sambil tertawa ria, aku melihat sosok wajah
yang familiar. Ya, gadis itu. Gadis yang kutolong dua minggu lalu. Dia juga
sedang asik mengabadikan kejadian-kejadian menarik di Kota Tua sore itu.
Kemudian terukir sebuah senyuman dibibirku, dan aku pun berlari menghampiri
gadis itu. “Hey!” sapaku. Gadis itu menoleh sambil tersenyum indah dengan
tampang agak sedikit bingung dan ragu. “Dua minggu lalu, kita ketemu saat kamu
mau ketabrak mobil. Udah inget sama aku?” tanyaku menjawab tanda tanya
dipikiran gadis itu. Gadis itu kemudian tertawa sambil menganggukkan kepalanya.
“So,
kamu seneng photograph juga, Sar?” tanyaku setelah kami berkenalan dan aku tau
nama gadis itu adalah Sarah. “Iya. Dari SMA aku udah suka photograph. Seneng
aja gitu bisa ngabadiin hal-hal menarik yang kadang nggak kita sadarin”
jawabnya sambil tersenyum lembut ditambah sebuah lesung pipi di pipi kanannya.
Aku mengangguk. “Emm, kapan-kapan boleh kali hunting bareng. Hehe” ucapku
basa-basi. “Oh, boleh-boleh! Secepatnya deh direncanain tempatnya, soalnya
baru-baru ini aku juga ada rencana mau hunting gitu deh” jawabnya bersemangat.
“Oke deh, pasti diusahain cepet cari tempat huntingnya, Sar” sahutku sambil
mengedipkan satu mata kearahnya. Sarah tertawa kemudian dia memotret seorang
ibu yang sedang menggandeng kedua anak kembarnya. “Mau es krim?” tanyaku lagi.
Sarah mengangguk.
***
Semakin
lama, semakin dekat aku dengan Sarah. Takdir memang tidak kemana, pertemuanku
dengan Sarah benar-benar takdir yang indah. Apalagi setelah kita berdua hunting
bersama di sebuah wisata air terjun di Jawa Tengah, kita berdua menjadi semakin
akrab lagi. Kita berdua sudah saling berbuka cerita satu sama lain. Berbagi
inspirasi, cerita, pengalaman, trik-trik memotret yang baik dan lainnya. Sampai
kuketahui ternyata kedua orangtua Sarah telah lama meninggal dan sekarang dia
tinggal bersama tantenya dengan hidup yang sederhana. Kenang-kenangan dari
kedua orangtuanya hanya sebuah kamera yang sekarang selalu berada disisinya
juga keinginan orangtuanya yang selalu ada dipikiran Sarah. Mereka ingin sekali
Sarah menjadi photografer handal, terkenal dan bisa melanjutkan studi di Paris.
“Mereka mau banget aku bisa ke Paris,
menjadi seorang mahasiswi dan seorang photografer yang handal, Zan. Jika suatu
saat aku bisa memamerkan hasil foto-fotoku di Paris, mereka pasti akan bangga
banget punya anak kayak aku. Makanya itu, sampe sakarang, aku terus berlatih
jadi photografer yang handal supaya bisa dapet beasiswa ke Paris dari kampusku.
I ever fail, but I always try it again and again”, jelas Sarah saat
berbicara tentang keinginan orangtuanya. Dari situ aku mengerti, bahwa Sarah
adalah seorang perempuan yang pantang menyerah demi keinginan orang yang
disayanginya.
Lima
bulan telah berlalu dengan begitu cepat. Kedekatanku dengan Sarah semakin
menjadi. Kehandalan Sarah dalam memotret suatu objek juga semakin mantap. Aku
optimis, jika dia bisa mendapatkan beasiswa itu. Dengan berjalannya waktu dan
kedekatan ini, timbul perasaan sayangku padanya yang lebih mendalam dari
sebelum-sebelumnya. Aku semakin ingin menjaga Sarah sepenuh hatiku. Aku ingin
sekali melindunginya dari apapun. Aku ingin selalu ada disampingnya selalu.
Menemani harinya. Tapi, aku masih belum berani mengungkapkan perasaan sayang
ini padanya. Mungkin aku memang cowok pengecut yang takut ditolak cintanya
dengan Sarah jika aku mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya. Tapi, aku
memang benar-benar takut. Sampai saat ini Sarah tidak pernah memperhatikanku
sampai sedetail mungkin. Dia hanya memerhatikanku sebagai temannya, menurutku.
Sampai malam itu, saat aku mengajaknya ke Puncak, malam yang sangat istimewa
bagiku..
“Dezan,
kamu nggak mau ngomong sesuatu sama aku?” tanya Sarah tiba-tiba. seketika aku
bingung menatap Sarah. Tapi Sarah membalas tatapan bingung itu dengan senyuman
dan sebuah lesung pipi khasnya. “Emm, berbulan-bulan kita dekat, apa kamu nggak
ngerasa sesuatu yang berubah dari hati kamu?” tanya Sarah lagi sambil memandang
licik kearahku. Aku hanya menaikkan satu alisku keatas, bingung. “Oke, bukannya
aku kepedean sih, but I think.. you like me”, ucapan singkat yang keluar dari
mulut Sarah itu telah membuat sekujur tubuhku gemetaran. Aku rasa darahku
berhenti mengalir. Kemudian aku menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya
secara perlahan hingga tiga kali, baru kemudian kujawab ucapan Sarah tadi. “No
I’m not. I don’t like you, but I love you, Sarah” jawabku kemudian. Sarah
terlihat kaget sejenak, dan kemudian dia tersenyum indah sekali padaku. “Dari
pertama insiden itu terjadi, aku udah tertarik sama kamu. Tadinya aku berpikir
mustahil akan bertemu kamu lagi tapi ternyata takdir berkata lain. Kita berdua
dipertemukan kembali di sebuah tempat indah dan saat suasana romantis tercipta.
Sampai akhirnya kita semakin dekat dan semakin lama perasaan sayang itu
terbentuk di hatiku untuk kamu, Sarah” ucapku. Tiba-tiba Sarah memelukku dengan
erat, aku merasa bahuku basah. Sarah menangis. “I love you too, Dezan” ucapnya
disela-sela isak tangisnya. Senyumku berkembang sambil membalas pelukan Sarah.
***
Malam
itu dirumah Sarah sangat ramai. Bertahun-tahun Sarah menginginkan dan akhirnya
hari itu juga dia telah mendapatkannya. Malam itu juga genap hubungan kami yang
setahun. “Thanks for Jesus, Father from all of children, yang telah memberikan
kasih sayangnya padaku, thanks for my
friends, my belove’s aunt and thanks for my beloved, yang telah hadir disini.
Aku mendapatkan beasiswa ini nggak luput dari peranan dan support dari kalian
semua. Bertahun-tahun aku mengejarnya, ternyata pengejaran itu berakhir disini.
Ditahun ke-6 kedua orangtuaku meninggal. Setelah nanti aku berada di paris, aku
nggak akan pernah mengecewakan kalian semua terutama Tante Mira dan keluarga
yang telah ngerawat aku setelah kepergian kedua orangtuaku. Aku benar-benar
berterima kasih atas apa yang telah kalian lakukan padaku” ucap Sarah panjang
lebar dihari kebahagiaannya malam itu. Pelukan dan ciuman hangat serta tangis
haru beradu menjadi satu dimalam bahagia itu. Aku yakin, kedua orangtua Sarah
juga pasti merasakan kebahagiaan di Surga sana.
Setelah
lama berbincang, kemudian Sarah pamit permisi sambil mengajakku keluar rumah.
sarah memelukku kemudian mencium pipiku. Dikeluarkannya tiket pesawat
keberangkatan menuju Paris besok dari dalam saku bajunya. “See it, Honey”
ucapnya sambil tersenyum padaku. “Happy anniversary one year, Dezan” ucapnya
lagi sambil meneteskan air mata. “Kenapa?” tanyaku sambil menghapus air
matanya. “Walau nanti kita nggak ketemu, kita berbeda tempat, berbeda pijakan
bumi dan hamparan langit, kita akan tetap saling mencintai kan? Kamu nggak akan
ninggalin aku kan? Hati kita akan terus bersatu kan?” tanya Sarah semakin
terisak. Aku tersenyum, “aku cinta sama kamu selama-lamanya, Sarah. Aku akan
terus dan akan tetap mencintaimu sampai nanti kita akan kembali pada Tuhan.
Only dead is over our”. “I wish, We can meet again and stay at the romantic
place in this world, French. Paris. And at the heaven if we die” ucap Sarah
sambil terus menangis. “Kita pasti akan bertemu di kota romastis sedunia ini,
Paris dan di Surga jika kita mati nanti” sahutku mengikuti ucapan Sarah. Aku
memeluk Sarah dan menciumi keningnya. Walau berat melepasnya, tapi aku rela
demi kebahagiaannya... mungkin...
Acara
di rumah Sarah selesai sekitar pukul 01.00. semua teman-temannya sudah pulang
dan aku pun pamit pulang pada Sarah dan keluarga Tantenya. Saat setengah
perjalanan, tiba-tiba handphoneku bergetar. Kupinggirkan mobil di bahu jalan
yang lumayan sepi itu. “Iya, Tante, ada ap..?” ucapanku terputus. Bulu kudukku
berdiri, aku merasa jantungku akan berhenti saat itu juga. Apa ini? apa yang
baru kudengar ini?! handphoneku terjatuh. Aku memandang kosong kearah jalanan
yang sepi. Semua badanku kaku dan gemetaran. Ini pasti mimpi! Just dream! Just
shit dream!!. Suara Tante Mira masih bisa kudengar saking sepinya jalanan itu.
“Hallooo?! Dezan? Dezann?! Kamu dengar
kan? Sarah kecelakaan! Kamu harus cepat ke rumah sakit!”.
***
“We can meet again and stay at the romantic
place in this world, French. Paris. And at the heaven if we die”. Teringat
ucapan Sarah yang masih terdengar jelas ditelingaku. Ternyata pelabuhan
terakhir memanglah Surga bukan kota romantis sedunia seperti Paris. Kelu lidah
ini melihat gadis bergaun putih, bersarung tangan putih dengan tataan rambut
yang indah dan wajah yang cantik tertidur pulas disebuah peti yang berbalut
kain putih dengan banyak bunga di dalamnya. Kota Paris, hanyalah sebuah kota
megah yang hanya dapat dia impikan tanpa bisa diraihnya. “Setelah kamu pergi, Sarah berlari mengejar mobilmu dan meneriaki
namamu, Dezan. Hingga tanpa aba-aba, terdengar decitan rem yang sangat nyaring
dari sebuah mobil sedan. Dan tanpa bisa dihentikan lagi, badan logam mobil itu
telah beradu dengan tulang yang berbalut daging milik Sarah hingga dia
terpental jauh. Tante nggak kuat, Zan, kenapa Tante harus menyaksikan sendiri
peristiwa itu? Menyaksikan sendiri keponakan yang sangat tante banggakan
akhirnya harus merelakan semua impiannya sia-sia”, ucapan Tante Mira tadi
membuat tangisku semakin menjadi. Semua teman menyemangatiku. “Yang kami temukan, sebuah tiket menuju Paris
dan sebuah foto ini”, ucapan Inspektur polisi malam itu, membuat aku
mengeluarkan foto yang terkena bercak darah dari dalam kantong plastik. Foto
mesra kami berdua. Foto cantik Sarah dengan senyumannya yang selalu tulus dan
kedua matanya yang indah. Sama persis ketika aku pertama kali melihatnya dulu.
Tapi sekarang senyuman itu akan pudar selamanya dan kedua mata itu akan
tertutup tidak akan pernah terbuka lagi. Maaf jika kali ini aku tidak bisa
menolongmu, Sarah. Ku relakan engkau Sarah, walau berat bagiku melepasmu
kembali ke Sisi Tuhan...
sumber dari : http://cerpen.gen22.net/2012/11/at-romantic-paris.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar