Keris, Warisan Budaya Sarat Nilai Sejarah yang Rawan Punah
Keris. Senjata tradisional Nusantara satu ini sering
dikait-kaitkan dengan dunia mistis dan klenik, padahal keris mengandung makna
yang lebih luas dari itu. Keris merupakan senjata dengan nilai budaya, sejarah,
dan misteri yang patut Anda ketahui.
Keris adalah senjata jenis tikam golongan belati,
dimana berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya. Banyak fungsi budaya yang
menyertai keris, terutama di bagian barat dan tengah Nusantara seperti Jawa,
Madura, Bali, Lombok, Sumatera, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi.
Penyebutan “keris” sendiri sudah tercantum dalam dokumen-dokumen kuno seperti
prasasti dari abad ke-9 M, namun banyak dugaan bahwa keris telah digunakan di
Nusantara jauh sebelum masa tersebut.
Bentuk keris mudah dikenali dengan liku-liku dan
guratan-guratan ukiran logam cerahnya yang disebut pamor. Bagian pangkalnya
juga melebar dan tidak simetris. Bentuk khas keris ini diduga terpengaruh oleh ge, senjata belati-kapak Tiongkok
Kuno dari abad 5 SM – 3S M. Pada ge juga ditemukan
guratan-guratan lapisan logam cerah pada bilahnya. Pengaruh kebudayaan Tiongkok
Kuno ini diperkirakan masuk melalui kebudayaan Dongson (Vietnam) yang merupakan
jembatan masuknya pengaruh kebudayaan Tiongkok di Nusantara.
Pada masa lampau keris berfungsi sebagai senjata dalam
peperangan dan benda pelengkap sesajian. Keris dihormati karena bahannya yang
terbuat dari logam. Sikap penghormatan terhadap karya logam semacam ini
merupakan pengaruh dari India, khususnya Siwaisme, sebuah paham yang juga asal
mula agama Hindu. Siwaisme tumbuh subur di daerah Bali, Lombok, dan Jawa.
Tidak semua orang dapat membuat keris. Diperlukan
pengetahuan seni tempa yang tinggi untuk dapat membuatnya. Para ahli seni tempa
pada masa lampau, khususnya seni tempa keris, disebut “Mpu atau Empu”, yakni
gelar bagi seorang pandai besi yang sangat sakti. Sakti di sini maknanya tidak
selalu bermakna klenik tapi juga menguasai ilmu gravitasi dan fisika. Itulah
sebabnya tak jarang keris tampil bagaikan benda mistis yang konon dapat berdiri
sendiri.
Kini keris sudah tidak lagi digunakan sebagai senjata.
Keris saat ini dipandang sebagai karya seni logam yang luhur. Selain masih
dipergunakan untuk pelengkap pakaian tradisional dan sebagai ornamen dalam
tari-tarian daerah, keris juga berkembang menjadi benda koleksi yang nilainya
bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Keris yang merupakan representasi pusaka dan peradaban
bangsa tidak hanya diminati orang Indonesia, namun juga diminati para kolektor
benda pusaka mancanegara. Keris-keris pusaka peninggalan jaman kerajaan
tersebut ramai diperdagangkan di luar negeri. Ini tentunya tak bisa terus
dibiarkan karena nantinya warisan budaya Nusantara ini takkan bisa ditemui lagi
di Indonesia, tempat dimana keris berasal.
Meskipun masih berjumlah sedikit, terdapat beberapa
kalangan yang peduli akan kelestarian keris di Indonesia. Museum-museum keris
bermunculan, seperti Museum Sonobudoyo di Yogyakarta, Museum Keris di Taman
Mini Indonesia Indah Jakarta, Museum Brojobuwono di Karanganyar Jawa Tengah,
dan Museum Neka di Bali. Acara-acara ritual yang berkaitan dengan keris,
peluncuran buku, serta forum-forum diskusi mengenai keris juga terus
diselenggarakan.
Keris yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia
ini memang diakui paling sulit dipertahankan kelestariannya. Keris tidak
seperti wayang, angklung, dan tari Saman Gayo yang dapat sesering mungkin
dipentaskan dan dipelajari, atau batik yang dapat diaplikasikan dalam pakaian
sehari-hari. Keris tak dapat digunakan dalam kehidupan sebagai perkakas
sehari-hari. Inilah yang menjadi tantangan bagi bangsa karena sebagai
konsekuensi dari pengakuan UNESCO, Indonesia mengemban kewajiban untuk
melestarikan dan mencegah keris dari kepunahan. Jika terlalaikan, UNESCO dapat
mencabut kembali gelar warisan budaya dunia atas keris tersebut. (Rike)
Sumber dari ;
http://tourismnews.co.id/category/art-culture/keris-warisan-budaya-sarat-nilai-sejarah-yang-rawan-punah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar